Selasa, 28 Agustus 2007

Expedisi Cinta


Rabu pagi, Tim Expedisi cinta yang terdiri dari 4 orang P44 dan 3 orang teman-teman dari GL-36 berangkat menuju Terminal Bungurasih dengan diantar oleh Cak Kebo dan Cak Coli. Makasih ya cak….
Dari Bungur perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum menuju Arjosari  Tumpang  Ranu Pane. Yang menarik adalah perjalanan dari Tumpang menuju Ranu Pane karena harus ditempuh selama 2,5 jam dengan kondisi berdesakan dan berdiri diatas Hard Top yang berisikan 12 orang pendaki. Tentu ini perjalanan yang melelahkan apalagi ditambah dengan kondisi jalan yang sempit, naik – turun, berlubang dan berdebu. Namun kelelahan itu terasa sirna karena indahnya pemandangan alam di perjalanan membuat kami takjub dan terbuai.


Sampai di Ranu Pane sekitar pukul 16.00, setelah mengurus segala proses perijinan. Akhirnya kami mulai berjalan setapak demi setapak sampai ke pos Ranu Kumbolo. Jarak Ranu Pane – Ranu Kumbolo Lumayan jauh sekitar 9 km. dengan kondisi jalan yang terus menanjak. Tak ayal kami pun sering beristirahat sehingga target yang ditentukan untuk sampai di Ranu Kumbolo jam 20.00 molor menjadi jam 21.00
Setelah mendirikan tenda dan masak mie instan kami pun langsung tidur karena tenaga telah banyak terkuras di perjalanan. Namun malang benar nasib kami karena malam itu udara di Ranu Kumbolo sangat dingin, sehingga membuat tidurpun tak begitu nyenyak.
Pagi hari sekitar pukul 05.00 udara dingin masih menyelimuti kami. Enggan rasanya untuk bangun, berdiri dan melepas sleeping bag. Tetapi karena Matahari telah menunggu untuk terbit maka kami pun segera keluar dari tenda dan menikmati indahnya SunRises di Ranu Kumbolo

Acara selajutnya adalah masak untuk sarapan pagi ini. Menu pagi itu adalah nasi, sop, tempe goreng dan mie. Wuihh.. Mas Nyuss…
Jam 09.00 setelah packing perjalanan dilanjutkan kembali. Kali ini targetnya adalah Arcopodo dengan waktu tempuh sekitar 6 jam
Dan rintangan pertama yang harus dihadapi adalah ”Tanjakan Cinta”. Entahlah siapa yang awalnya memberi nama. Konon, bila kita mendakinya tanpa berhenti dan menoleh ke belakang, segala keinginan kita soal percintaan akan tercapai. Tetapi ini tidak mudah. Cuma mereka yang memiliki fisik super-prima sajalah yang sanggup melakukan pekerjaan itu dengan sempurna, berjalan tegak mendaki bukit tanpa menoleh kebelakang.



Tempat berikutnya yang harus dilalui adalah Oro-oro Ombo  Cemoro Kandang  Kalimati. Sampai di Kalimati kami istirahat sejenak sambil makan siang. Setelah itu beberapa orang dari kami mengambil air di sebuah mata air yang mernama “Sumber Mani”. Sedang yang lain istirahat sambil berfoto dengan background Gunung Semeru. Perjalanan yang paling berat adalah dari kalimati ke Arcopodo karena semua carrier penuh dengan botol berisi air minum. Ya..karena Sumber Mani ini adalah mata air terakhir sebelum menuju puncak Mahameru. Sehingga persediaan air harus cukup sampai besok siang



Sore hari sekitar pukul 3 kami, menemukan tempat yang sangat nyaman untuk camp. Tepatnya 10 menit di bawah Arcopodo. Setelah berdiskusi akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di tempat itu karena tanahnya lumayan luas dan datar.
Banyak diantara kami yang Ngedrop kondisi fisiknya. Oleh karena itu setelah makan kami pun langsung istirahat, mengingat jam 12 malam kami harus bangun dan melanjutkan perjalanan ke Puncak.
Alhamdullah istirahat yang cukup membuat fisik kami kembali pulih sehingga Ready to go to the Top Mahameru
Awalnya perjalanan ke puncak tidak terlalu berat karena kami telah meninggalkan semua perlengkapan di tenda, hanya sebotol air minum dan makanan seadanya yang kami bawa. Namun semua itu sirna ketika kami sampai di jalan berpasir. Bagaimana tidak ketika kami melangkahkan kaki, pasir yang kami pijak selalu turun (ambles) dan begitu terus sampai ke Puncak Mahameru. Belum lagi ditambah debu-debu yang beterbangan. Untunglah kami membawa masker penutup hidung dan kacamata, sehingga debu-debu itu tidak menjadi aral yang berarti bagi kami.


Enam jam perjalanan ke puncak kami tempuh. Sehingga kami tidak sempat menikmati sunrises dari Puncak Mahameru. Matahari sudah terbit lebih dulu ketika kami masih berada di lereng gunung dengan kemiringan sekitar 60 derajat.
Sayang memang tapi itulah batas kemampuan kami…
Bangga rasanya ketika sudah sampai di puncak dan mengikuti upacara bendera demi merayakan Proklamasi Kemerdekaan Negeri ini. Dengan segala keterbatasan dan ancaman, mengibarkan Sang Saka Merah Putih di tempat tertinggi di Pulau Jawa.




Belum puas kami menikmati indahnya pemandangan di puncak Mahameru, kami harus segera turun karena kondisi Gunung Semeru sedang waspada. Sudah 2 jam lamanya Kawah Jonggring Saloka tidak memuntahkan lavanya. Padahal biasanya setiap 30 menit selalu ada ledakan. Kami tidak mau mengambil resiko dengan tetap bearada di puncak
Berbeda dengan ketika naik, perjalanan turun relatif lebih mudah dan cepat. Dari puncak menuju Ranu Kumbolo hanya kami tempuh dalam waktu 6 jam. Sebenarnya saat itu kami bisa langsung pulang menuju surabaya. Namun hal itu tak kami lakukan karena kami masih ingin menikmati indahnya Ranu Kumbolo, dan kami memutuskan untuk bermalam lagi di Ranu Kumbolo




Tanggal 18 Agustus 2007 kami pun pulang kembali ke peradaban. Meninggalkan kenangan dan kebersamaan yang tak kan terlupakan.
Terima kasih buat teman-teman yang telah membantu suksesnya Expedisi Cinta ini
Dirgahayu 62 tahun Indonesia
Merdeka....!!!
Vivat Perkapalan....

eS_Ce
Valgina-Purapala

3 Comments:

Wira Wam said...

Wah.. Mahameru.. jadi teringat jaman kita Sispena dulu.. :')

benazirfathia said...

gilaaaaaaaa,pengen banget kesana apa daya tangan tak sampai.....
yah moga2 aja bisa .,,,,,,,

ririn said...

wuaahhhh....
Mahameru itu, mimpi gw bgt.
Pgen bgt kesana, ap daya tangan tk sampai...
tp keinginan ini mash tetep membara....

email : gohan.sck@gmail.com or visite me | on Friendster | on Multiply | on Wordpress